A. Pengertian Hukum
Pengertian hukum secara umum ialah peraturan
yang mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan bermasyarakat, peraturan
diadakan oleh lembaga yang memiliki kewenangan, peraturan yang bersifat memaksa
dan peraturan yang memiliki sanksi.
Menurut ahli hukum yaitu S.M Amin,S.H hukum
adalah kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan
sanksi-sanksi.
B. Tujuan Hukum dan Sumber-Sumber Hukum
Hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian
hukum dalam masyarakatdan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu
asas-asas keadilan dari masyarakat itu.
Menurut Prof. Van Apeldoorn dalam bukunya
“Inleiding tot de studie van het Nederlandserecht” mengatakan, bahwa tujuan
hukum ialah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai. Hukum menghendaki
perdamaian.
Sumber-sumber hukum adalah segala sesuatu yang
dapat menimbulkan terbentuknya peraturan-peraturan. Peraturan tersebut biasanya
bersifat memaksa. Sumber-sumber Hukum ada 2 jenis yaitu:
1. Sumber-sumber hukum materiil, yakni
sumber-sumber hukum yang ditinjau dari berbagai perspektif.
2. Sumber-sumber hukum formiil, yakni UU,
kebiasaan, jurisprudentie, traktat dan doktrin.
Undang-Undang
ialah suatu peraturan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang dipelihara oleh penguasa negara. Contohnya UU, PP, Perpu dan sebagainya.
ialah suatu peraturan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang dipelihara oleh penguasa negara. Contohnya UU, PP, Perpu dan sebagainya.
Kebiasaan
ialah perbuatan yang sama yang dilakukan terus-menerus sehingga menjadi hal yang yang selayaknya dilakukan. Contohnya adat-adat di daerah yang dilakukan turun temurun telah menjadi hukum di daerah tersebut.
ialah perbuatan yang sama yang dilakukan terus-menerus sehingga menjadi hal yang yang selayaknya dilakukan. Contohnya adat-adat di daerah yang dilakukan turun temurun telah menjadi hukum di daerah tersebut.
Keputusan Hakim (jurisprudensi)
ialah Keputusan hakim pada masa lampau pada
suatu perkara yang sama sehingga dijadikan keputusan para hakim pada masa-masa
selanjutnya. Hakim sendiri dapat membuat keputusan sendiri, bila perkara itu
tidak diatur sama sekali di dalam UU.
Traktat
ialah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara ataupun lebih. Perjanjian ini mengikat antara negara yang terlibat dalam traktat ini. Otomatis traktat ini juga mengikat warganegara-warganegara dari negara yang bersangkutan.
ialah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara ataupun lebih. Perjanjian ini mengikat antara negara yang terlibat dalam traktat ini. Otomatis traktat ini juga mengikat warganegara-warganegara dari negara yang bersangkutan.
C. Kodifikasi Hukum
Yang dimaksud dengan kodifikasi hukum adalah
pembukuan secara lengkap dan sistematis tentang hukum tertentu. Yang
menyebabkan timbulnya kodifikasi hukum ialah tidak adanya kesatuan dan
kepastian hukum (di Perancis). Ditinjau dari segi bentuknya, hukum dapat
dibedakan atas:
·
Hukum Tertulis
(statute law, written law), yaitu hukum yang dicantumkan dalam berbagai
peraturan-peraturan.
·
Hukum Tak
Tertulis (unstatutery law, unwritten law), yaitu hukum yang masih hidup dalam
keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti
suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan).
Unsur-unsur dari suatu kodifikasi:
a. Jenis-jenis hukum tertentu
b. Sistematis
c. Lengkap
Tujuan
Kodifikasi Hukum tertulis untuk memperoleh:
a. Kepastian hukum
b. Penyederhanaan hukum
c. Kesatuan hukum
Aliran-aliran (praktek) hukum setelah adanya
kodifikasi hukum
1. Aliran Legisme, yang berpendapat bahwa hukum
adalah undang-undang dan diluar undang-undang tidak ada hukum.
2. Aliran Freie Rechslehre, yang berpenapat bahwa
hukum terdapat di dalam masyarakat.
3. Aliran Rechsvinding adalah aliran diantara
aliran Legisme dan aliran Freie Rechtslehre. Aliran Rechtsvinding berpendapat
bahwa hukum terdapat dalam undang-undang yang diselaraskan dengan hukum yang
ada di dalam masyarakat.
Kodifikasi hukum di Perancis dianggap suaru
karya besar dan dianggap memberi manfaat yang besar pula sehingga diikuti oleh
negara-negara lain.
Maksud dan tujuan diadakannya kodifikasi hukum
di Perancis ialah untuk mendapatkan suaru kesatuan dan kepastian hukum
(rechseenheid dan rechszekerheid). yang dihasilkan dari kodifikasi tersebut
ialah code Civil Prancis atau Code Napoleon. Aliran hukum yang timbul karena
kodifikasi adalah aliran legisme. Kodifikasi hukum di Indonesia antara lain
KUHP, KUH Perdata, KUHD dan KUHAP.
D. Norma dan Kaidah
Tujuan Norma adalah untuk menciptakan
kehidupan yang lebih baik aman dan tertib. Contoh jenis dan macam norma :
·
Norma Sopan
Santun
·
Agama
·
Hukum
Kaidah atau norma etika merupakan bagian dari
kehidupan kita. Norma-norma yang biasa kita temui, antara lain hati nurani,
kebebasan dan tanggung jawab, nilai dan norma, serta hak dan kewajiban. Tapi
pada makalah ini, kita akan lebih menitikberatkan pada norma etika mengenai
kebebasan dan tanggung jawab. Kenapa saya memilih topik tersebut? Karena topik
ini merupakan topik yang memiliki banyak pandangan yang berbeda dari tiap-tiap
individu. Dan banyak pula yang menyalahgunakan kebebasan dan tanggungjawab itu
sendiri dan hal tersebut pastinya akan menimbulkan berbagai masalah.
Isi Kaidah atau Norma
a. Perintah, yang merupakan keharusan bagi
seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat2nya dipandang baik.
b. Larangan, yang merupakan keharusan bagi
seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang
tidak baik.
Guna kaidah / norma : Memberi petunjuk kepada
manusia bagaimana seorang harus bertindak dalam masyarakat serta
perbuatan-perbuatan mana yang harus dijalankan dan perbuatan-perbuatan mana
pula yang harus dihindari.
Kaidah sosial dibedakan menjadi :
1. Kaidah yang mengatur kehidupan pribadi manusia
a. Kaidah kepercayaan/agama
Bertujuan
untuk mencapai suatu kehidupan yang beriman (Purnadi Purbacaraka 1974 : 4).
Kaidah ini ditujukan terhadap kewajiban manusia kepada Tuhan. Sumbernya adalah
ajaran-ajaran kepercayaan/agama yang oleh pengikut-pengikutnya dianggap sebagai
perintah Tuhan, Misalnya :
·
Dan janganlah
kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji dan
suatu jalan yang buruk (Al Isra’ : 32).
·
Hormatilah orang
tuamu agar supaya engkau selamat (Kitab Injil Perjanjian Lama : Hukum yang ke
V).
b. Kaidah kesusilaan
Bertujuan
agar manusia hidup berakhlak atau mempunyai hati nurani. Merupakan peraturan
hidup yang dianggap sebagai suara hati nurani manusia (insan kamil). Sumber
kaidah ini adalah dari manusia sendiri, jadi bersifat otonom dan tidak
ditujukan kepada sikap lahir tetapi ditujukan kepada sikap batin manusia juga, Misalnya
:
·
Hendaklah engkau
berlaku jujur.
·
Hendaklah engkau
berbuat baik terhadap sesama manusia.
Dalam kaidah kesusilaan tedapat juga
peraturan-peraturan hidup seperti yang terdapat dalam norma agama misalnya :
·
Hormatilah
orangtuamu agar engkau selamat diakhirat
·
Jangan engkau
membunuh sesamamu
2. Kaidah yang mengatur kehidupan antara manusia
atau pribadi
a. Kaidah Kesopanan
Bertujuan
agar pergaulan hidup berlangsung dengan menyenangkan. Merupakan peraturan hidup
yang timbul dari pergaulan segolongan manusia, misalnya :
·
Orang muda harus
menghormati orang yang lebih tua.
·
Janganlah meludah
dilantai atau disembarang tempat.
·
Berilah tempat
terlebih dahulu kepada wanita di dalam kereta api, bis dll (terutama wanita
tua, hamil atau membawa bayi).
b. Kaidah Hukum
Bertujuan
untuk mencapai kedamaian dalam pergaulan hidup antar manusia. Merupakan
peraturan-peraturan yang timbul dari norma hukum, dibuat oleh penguasa negara.
Isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaannya dapat dipertahankan dengan
segala paksaan oleh alat-alat negara.
Menurut
sifatnya kaidah hukum terbagi 2, yaitu :
·
hukum yang
imperatif,
maksudnya
kaidah hukum itu bersifat a priori harus ditaati, bersifat mengikat dan
memaksa.
·
hukum yang
fakultatif
maksudnya
ialah hukum itu tidak secara a priori mengikat. Kaidah fakultatif bersifat
sebagai pelengkap.
Ada 4 macam norma yaitu :
Norma Agama adalah peraturan hidup yang berisi
pengertian-pengertian, perintah-perintah, larangan-larangan dan anjuran-anjuran
yang berasal dari Tuhan yang merupakan tuntunan hidup ke arah atau jalan yang
benar.
Norma Kesusilaan adalah peraturan hidup yang
dianggap sebagai suara hati. Peraturan ini berisi suara batin yang diakui oleh
sebagian orang sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya.
Norma Kesopanan adalah peraturan hidup yang
muncul dari hubungan sosial antar individu. Tiap golongan masyarakat tertentu
dapat menetapkan peraturan tertentu mengenai kesopanan.
Norma Hukum adalah peraturan-peraturan hidup
yang diakui oleh negara dan harus dilaksanakan di tiap-tiap daerah dalam negara
tersebut. Dapat diartikan bahwa norma hukum ini mengikat tiap warganegara dalam
wilayah negara tersebut
E. Pengertian Ekonomi dan Hukum Ekonomi
Kata ekonomi berasal dari kata Yunani oikos yang
berarti “keluarga, rumah tangga” dan nomos, atau “peraturan, aturan, hukum”,
dan secara garis besar diartikan sebagai aturan rumah tangga atau manajemen
rumah tangga. Sementara yang dimaksud ilmu ekonomi menurut ahli ekonomi adalah
orang yang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja.
Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab
akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan
yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab
akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan
yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Hukum ekonomi terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Hukum ekonomi pembangunan, yaitu seluruh
peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan
kehidupan ekonomi (misal hukum perusahaan dan hukum penanaman modal).
b. Hukum ekonomi sosial, yaitu seluruh peraturan
dan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi
secara adil dan merata, sesuai dengan hak asasi manusia (misal, hukum
perburuhan dan hukum perumahan).
2. Subyek Hukum dan Obyek Hukum
A. Subyek Hukum
Subyek hukum ialah pemegang hak dan kewajiban
menurut hukum. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi subyek hukum dalam
sistem hukum Indonesia, yang sudah barang tentu bertitik tolak dari sistem
hukum Belanda, ialah individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi,
institusi). Dalam dunia hukum, subyek hukum dapat diartikan sebagai pembawa
hak, yakni manusia dan badan hukum.
a. Manusia
Manusia (naturlife persoon) Menurut hukum,
tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi subyek hukum secara kodrati atau secara
alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap sebagai subyek hukum. Manusia
dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan sampai dengan ia meninggal dunia.
Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan pun bisa dianggap sebagai subyek
hukum bila terdapat urusan atau kepentingan yang menghendakinya. Namun, ada
beberapa golongan yang oleh hukum dipandang sebagai subyek hukum yang
"tidak cakap" hukum. Maka dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum
mereka harus diwakili atau dibantu oleh orang lain.
a. Badan Hukum
Badan Hukum (recht persoon) Badan hukum adalah
suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status
"persoon" oleh hukum sehingga mempunyai hak dan kewajiban. Badan
hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia. Seperti
melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan
sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan manusia sebagai pembawa hak adalah
badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukuman
penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan dapat dibubarkan.
B. Obyek Hukum
Objek hukum adalah segala sesuatu yang
bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan
hukum. Misalkan benda-benda ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk dapat
diperoleh manusia memerlukan “pengorbanan” dahulu sebelumnya. Hal pengorbanan
dan prosedur perolehan benda-benda tersebut inilah yang menjadi sasaran
pengaturan hukum dan merupakan perwujudan dari hak dan kewajiban subjek hukum
yang bersangkutan sehingga benda-benda ekonomi tersebut menjadi objek hukum.
Sebaliknya benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum karena untuk
memperoleh benda-benda non ekonomi tidak diperlukan pengorbanan mengingat
benda-benda tersebut dapat diperoleh secara bebas.
Akibatnya, dalam hal ini tidak ada yang perlu diatur
oleh hukum. Karena itulah akan benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek
hukum. Misalkan sinar matahari, air hujan, hembusan angin, aliran air di daerah
pegunungan yang terus mengalir melalui sungai-sungai atau saluran-saluran air.
Untuk memperoleh itu semua kita tidak perlu membayar
atau mengeluarkan pengorbanan apapun juga, mengingat jumlahnya yang tak
terbatas dan selalu ada. Lain halnya dengan benda-benda ekonomi yang jumlahnya
terbatas dan tidak selalu ada, sehingga untuk memperolehnya diperlukan suatu
pengorbanan tertentu, umpamanya melalui, pembayaran imbalan, dan sebagainya.
Bagian-Bagian Objek hukum dapat dibedakan menjadi :
a. Benda Bergerak
Pengertian
benda bergerak adalah benda yang menurut sifatnya dapat berpindah sendiri
ataupun dapat dipindahkan. Benda bergerak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
·
Benda Bergerak karena
sifatnya :
meja, kursi,
mobil, motor, komputer, dll.
·
Benda Bergerak karena
Ketentuan Undang – Undang
saham,
obligasi, cek, tagihan – tagihan, dll.
b. Benda tidak bergerak
Pengertian benda tidak bergerak adalah Penyerahan
benda tetapi dahulu dilakukan dengan penyerahan secara yuridis. Dalam hal ini
untuk menyerahkan suatu benda tidak bergerak dibutuhkan suatu perbuatan hukum
lain dalam bentuk akta balik nama. dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
·
Benda tidak bergerak
karena sifatnya
Tidak dapat
berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain atau biasa dikenal dengan benda
tetap, contohnya : pohon dan tanah.
·
Benda tidak bergerak
karena tujuannya
·
Tujuan pemakaiannya : Segala
apa yang meskipun tidak secara sungguh – sungguh digabungkan dengan tanah atau
bangunan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk waktu yang agak lama, contohnya
: mesin pabrik.
·
Benda tidak bergerak
karena ketentuan undang – undang
Segala hak
atau penagihan yang mengenai suatu benda yang tak bergerak.
C. Hak Kebendaan yang Bersifat Sebagai Pelunasan
Hutang
a. Jaminan Umum
Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada
pasal 1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata.
Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala
kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang
tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya.
Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta
kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang
memberikan hutang kepadanya.
Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi
menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali
diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.
Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan
jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain :
·
Benda tersebut
bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
·
Benda tersebut dapat
dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.
b. Jaminan Khusus
Pelunasan
hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi
pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.
1. Gadai
Dalam pasal
1150 KUH perdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas
suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain
atas namanya untuk menjamin suatu hutang.
Selain itu memberikan kewenangan kepada
kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari
kreditur-kreditur lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang dan
biaya yang telah di keluarkan untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya itu
didahulukan.
Obyek gadai adalah semua benda bergerak dan
pada dasarnya bisa digadaikan baik benda bergerak berwujud maupun benda bergerak
yang tidak berwujud yang berupa berbagai hak untuk mendapatkan berbagai hutang
yakni berwujud surat-surat piutang kepada pembawa (aan toonder) atas tunjuk
(aan order) dan atas nama (op naam) serta hak paten.
2. Hipotik
Hipotik berdasarkan pasal 1162 KUH perdata adalah
suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil pengantian dari
padanya bagi pelunasan suatu perhutangan (verbintenis).
Obyek hipotik yakni :
Sebelum dikeluarkan undang-undang No.4
tahun1996 hipotik berlaku untuk benda tidak bergerak termasuk tanah namun sejak
di keluarkan undang-undang No.4 tahun1996 tentang hak tanggungan atas tanah
berserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi.
3. Hak Tanggungan
Berdasarkan pasal 1 ayat 1 undang-undang hak
tanggungan (UUTH), hak tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah yang
dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan suatu satu kesatuan dengan
tanah itu untuk pelunasan hutang dan memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.
Obyek hak tanggungan yakni :
·
Hak milik (HM).
·
Hak guna usaha (
HGU).
4. Fidusia
Fidusia yang lazim dikenal dengan nama FEO
(Fiduciare Eigendoms Overdracht) yang dasarnya merupakan suatu
perjanjian accesor antara debitor dan kreditor yang isinya penyerahan
hak milik secara kepercayaan atau benda bergerak milik debitor kepada kreditur.
Namun, benda tersebut masih dikuasai oleh
debitor sebagai peminjam pakai sehingga yang diserahkan kepada kreditor adalah
hak miliknya. Penyerahan demikian di namakan penyerahan secaraconstitutum
possesorim yang artinya hak milik (bezit) dari barang di mana barang
tersebut tetap pada orang yang mengalihkan (pengalihan pura-pura).
Dengan demikian, hubungan hukum antara pemberi
fidusia (kreditor) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan.
Namun, dengan di keluarkannya Undang-Undang nomor 42 tahun 1999 tentang Fidusia
maka penyerahan hak milik suatu barang debitor atau pihak ketiga kepada debitor
secara kepercayaan sebagai jaminan utang.
Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak
kepemilikan, sedangkan jaminan fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam
bentuk fidusia.
Obyek jaminan fidusia yakni benda. Benda
adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, terdaftar maupun tidak
terdaftar, bergerak maupun yang tidak bergerak, dan yang tidak dapat dibebani
hak tanggungan atau hipotik.
3.
Hukum Perdata
A. Hukum Perdata di Indonesia
Yang dimaksud
dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh
Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum
perdata barat Belanda
yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya
berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat
dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti
dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU
Kepailitan.
Pada 31 Oktober
1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi ketua panitia
kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai
anggota yang kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr.
A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847
melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia
Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPerdata.
Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang
baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga
Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata
Indonesia.
B. Sejarah Singkat Hukum Perdata
Hukum perdata
Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan
hukum Romawi ‘Corpus Juris Civilis’yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum
yang paling sempurna.
Hukum Privat yang
berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata)
dan Code
de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813),
kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus
hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada Tahun 1814
Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS
Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M.
KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia 1824 sebelum
menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua
Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6
Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal
1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
·
BW (atau Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
·
WvK (atau yang
dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang)
Kodifikasi ini
menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil hasil
jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
C. Pengertian dan Keadaan Hukum di Indonesia
Hukum perdata adalah
hukum yang mengatur hubungan antar perorangan di dalam masyarakat. Hukum
perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materil dan dapat juga
dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana. Pengertian hukum privat (hukum
perdana materil) adalah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur
hubungan antar perorangan didalam masyarakat dalam kepentingan dari masing-masing
orang yang bersangkutan. Selain ada hukum privat materil, ada juga hukum
perdata formil yang lebih dikenal dengan HAP (hukum acara perdata) atau proses
perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana
caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.
D. Sistematika Hukum Perdata di Indonesia
Mengenai keadaan hukum
perdata di Indonesia sekarang ini masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka
ragam. Faktor yang mempengaruhinya antara lain :
1. Faktor Etnis
2. Faktor hysteria yuridis yang dapat kita lihat pada pasal 163 I.S yang
membagi penduduk Indonesia dalam 3 golongan yaitu:
a.
Golongan eropa
b.
Golongan bumi putera
(pribumi/bangsa Indonesia asli)
c.
Golongan timur asing
(bangsa cina, india, arab)
Untuk golongan warga
Negara bukan asli yang bukan berasal dari tionghoa atau eropa berlaku sebagian
dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai hukum-hukum kekayaan harta
benda, jadi tidak mengenai hukum kepribadian dan kekeluargaan maupun yang
mengenai hukum warisan.
Pedoman politik bagi
pemerintahan hindia belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal
131, I.S yang sebelumnya terdapat pada pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang
pokok-pokonya sebagai berikut :
a. Hukum perdata dan dagang (begitu pula hukum pidana beserta hukum acara
perdata dan hukum acara pidana harus diletakkan dalam kitab undang-undang yaitu
di kodifikasi).
b. Untuk golongan bangsa eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di
negeri Belanda (sesuai azas konkordasi).
- Untuk golongan bangsa Indonesia dan timur asing jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya.
- Orang Indonesia asli dan timur asinng, selama mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan suatu bangsa eropa.
- Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis dalam undang-undang maka bagi mereka hukum yang berlaku adalah hukum adat.
4.
Hukum Perikatan
Perikatan adalah
terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “verbintenis”.
Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literature hukum di Indonesia.
Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain.
Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan. Misalnya
jual beli barang, dapat berupa peristiwa misalnya lahirnya seorang bayi,
matinya orang, dapat berupa keadaan, misalnya letak pekarangan yang
berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau bersusun. Karena hal yang
mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk
undang- undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi akibat hukum.
Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain
itu disebut hubungan hokum ( legal relation).
Jika dirumuskan,
perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan
orang yang lain karena perbuatan, peristiwa, atau keadaan. Dari rumusan ini
dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan
(law of property), dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum
waris (law of succession), dalam bidang hukum pribadi (personal law).
A.
Dasar Hukum Perikatan
Sumber-sumber hukum
perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber
dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan
undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia
dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan
hukum.
Dasar hukum perikatan
berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
- Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
- Perikatan yang timbul dari undang-undang
- Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )
Sumber perikatan
berdasarkan undang-undang :
- Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
- Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
- Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
B.
Azas-azas Dalam Hukum
Perikatan
Asas-asas
dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas
kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
a.
Asas Kebebasan
Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata
yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi
para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.
b.
Asas
konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada
saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan
tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim
disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Untuk
sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah :
a.
Kata Sepakat
antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan
diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia
sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
b.
Cakap untuk
Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para
pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan
tidak di bawah pengampuan.
c.
Mengenai Suatu
Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan
harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap
objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi
suatu perselisihan antara para pihak.
d.
Suatu sebab yang
Halal Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan
(causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban
umum.
C.
Wanprestasi dan
akibat-akibatnya
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak
(debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan. Adapun bentuk dari
wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan
dilakukannya;
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi
tidak sebagaimana yang dijanjikan;
c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian
tidak boleh dilakukannya.
Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang
berarti prestasi buruk yang timbul dari adanya perjanjian yang dibuat oleh satu
orang atau lebih dengan satu orang atau lebih lainnya (obligatoire
overeenkomst) (lihat Pasal 1313 KUHPerdata). Wanprestasi dikategorikan ke dalam
perbuatan-perbuatan sebagai berikut (Subekti, “Hukum Perjanjian”):
D. Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi
kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara
penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
a. Pembayaran merupakan setiap pemenuhan
perjanjian secara sukarela
b. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan
penyimpanan atau penitipan
c. Pembaharuan utang
d. Perjumpaan utang atau kompensasi
e. Percampuran utang
f.
Pembebasan utang
g. Musnahnya barang yang terutang
h. Batal/pembatalan
i.
Berlakunya suatu
syarat batal
j.
Lewat waktu
Demikianlah pembahasan tentang hukum perikatan
semoga kita semua dapat mengerti makna dan implementasinya.
Referensi :
http://karlinaaafaradila.wordpress.com/2012/04/26/hukum-perikatan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar