BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG MASALAH
Dalam
akuntansi, dikenal dua jenis kesalahan yaitu kekeliruan (error) dan
kecurangan (FRAUD). Kedua jenis kesalahan ini dapat bersifat material
dan non material. Perbedaan antara kedua jenis kesalahan ini hanya dibedakan
oleh jurang yang sangat tipis, yaitu ada atau tidaknya unsur kesengajaan. Untuk
itu dibutuhkan keahlian profesional untuk bisa membedakan antara kedua jenis
kesalahan tersebut. Standar pun mengenali bahwa sering kali mendeteksi
kecurangan lebih sulit dibandingkan dengan kekeliruan karena pihak manajemen
atau karyawan akan berusaha menyembunyikan kecurangan itu. Fraud (kecurangan) merupakan penipuan yang disengaja dilakukan
yang menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan
memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan. Kesalahan
dapat dideskripsikan sebagai “Unintentional Mistakes” (kesalahan yang tidak di
sengaja). Kesalahan dapat terjadi pada setiap tahapan dalam pengelolaan
transaksi terjadinya transaksi, dokumentasi, pencatatan dari ayat-ayat jurnal,
pencatatan debit kredit, pengikhtisaran proses dan hasil laporan keuangan.
Kesalahan dapat dalam banyak bentuk matematis. Kritikal, atau dalam aplikasi
prinsip-prinsip akuntansi. Terdapat kesalahan jabatan atau kesalahan karena
penghilangan / kelalaian, atau kesalahan dalam interprestasi fakta.
FRAUD atau
kecurangan dalam akuntansi merupakan penyimpangan dari Prosedur Akuntansi yang benar.
Jika Prosedur akuntansi diterapkan dengan benar maka informasi akuntansi yang
dihasilkan akan sangat berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Informasi
akuntansi yang dihasilkan dari proses akuntansi dari suatu entiti sangatlah
penting, dimana informasi ini menjadi pertimbangan terhadap program atau
kebijakan entiti tersebut untuk mencapai tujuannya. Selain itu informasi
akuntansi yang benar juga dapat berfungsi untuk mengetahui gambaran keuangan
atau keadaan suatu entiti atau perusahaan. Bagaimanakah jika Informasi
Akuntansi yang dihasilkan tidak sesuai dengan prosedur akuntansi yang benar
atau terkandung kecurangan. Kecurangan umumnya terjadi karena adanya tekanan
untuk melakukan penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang
ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut. FRAUD
merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak didalam
maupun luar organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau
kelompok yang secara langsung merugikan orang lain. Secara umum FRAUD terdiri dari dua golongan, yaitu
pengelapan aktiva (misapporopriation) dan kecurangan pelaporan
keuangan (FRAUDulent financial reporting). Dalam tulisan ini akan
dibahas khusus mengenai kecurangan dalam laporan keuangan (financial
statement FRAUD).
1.2
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa yang dimaksud
kecurangan (FRAUD) dalam Etika
Profesi Akuntansi?
2.
Bagaimana hubungan
kecurangan (FRAUD) dengan Etika
Profesi Akuntansi?
3.
Bagaimana pengaruh
kecurangan (FRAUD) terhadap Etika
Profesi Akuntansi?
1.3
TUJUAN
PENULISAN
1.
Untuk mengetahui
pngertian dan ruang lingkup kecurangan (FRAUD)
dalam Etika Akuntansi.
2.
Untuk mengetahui dan
menganalisis hubungan antara kecurangan (FRAUD)
dengan Etika Profesi Akuntansi.
3.
Untuk mengetahui dan
menganalisis pengaruh antara kecurangan (FRAUD)
dengan Etika Profesi Akuntansi.
1.4
MANFAAT
PENULISAN
Dari penulisan ini, diharapkan akan
memberikan manfaat bagi beberapa pihak antara lain bagi penulis dapat
memperoleh pengalaman dalam membandimgkan secara tepat dan akurat antara
pengetahuan yang penulis terima selama di perkuliahan dengan praktek dilapangan
sesungguhnya, sedangkan untuk pihak lain seperti akuntan, auditor, pemerintah
dan masyarakat luas diharapkan dapat dijadikan pertimbangan informasi yang
mendukung kinerja keuangan dalam praktek akuntansi yang terbebas dari unsur
kecurangan yang pada akhirnya akan menimbulkan kerugian oleh beberapa pihak
yang berkepentingan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
PENGERTIAN
KECURANGAN (FRAUD)
Sebelum
kita bahas lebih lanjut ada baiknya kita bahas dulu mengenai kecurangan itu
sendiri. Kecurangan (FRAUD) perlu
dibedakan dengan kesalahan (Errors). Kesalahan dapat dideskripsikan sebagai
“Unintentional Mistakes” (kesalahan yang tidak di sengaja). Kesalahan dapat
terjadi pada setiap tahapan dalam pengelolaan transaksi terjadinya transaksi,
dokumentasi, pencatatan dari ayat-ayat jurnal, pencatatan debit kredit,
pengikhtisaran proses dan hasil laporan keuangan. Kesalahan dapat dalam banyak
bentuk matematis. Kritikal, atau dalam aplikasi prinsip-prinsip akuntansi.
Terdapat kesalahan jabatan atau kesalahan karena penghilangan / kelalaian, atau
kesalahan dalam interprestasi fakta. “ Commission ” merupakan kesalahan prinsip
(error of principle), seperti perlakuan pengeluaran pendapatan sebagai pengeluaran
modal. Sedangkan “Omission” berarti bahwa suatu item tidak dimasukkan sehingga
menyebabkan informasi tidak benar. Apabila suatu kesalahan adalah disengaja,
maka kesalahan tersebut merupakan kecurangan (FRAUDulent). Istilah “Irregulary” merupakan kesalahan penyajian
keuangan yang disengaja atas informasi keuangan.
G.Jack Bologna, Robert
J.Lindquist dan
Joseph T.Wells mendifinisikan
kecurangan “FRAUD is criminal
deception intended to
financially benefit the deceiver ( 1993,hal 3 )” yaitu
kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi manfaat
keuangan kepada si penipu. Kriminal disini berarti setiap tindakan kesalahan
serius yang dilakukan dengan maksud jahat. Dan dari tindakan jahat tersebut ia
memperoleh manfaat dan merugikan korbannya secara financial. Biasanya
kecurangan mencakup tiga langkah yaitu (1) tindakan/theact., (2)
Penyembunyian atau the concealment dan (3) konversi atau the
conversion. Misalnya pencurian atas harta persediaan adalah tindakan,
kemudian pelaku akan menyembunyikan kecurangan tersebut misalnya dengan membuat
bukti transaksi pengeluaran fiktif.
FRAUD (kecurangan)
adalah tindakan ilegal yang dilakukan satu orang atau sekelompok orang secara
sengaja atau terencana yang menyebabkan orang atau kelompok mendapat
keuntungan, dan merugikan orang atau kelompok lain. FRAUDulent financial reporting
(kecurangan laporan keuangan) adalah salah saji atau pengabaian jumlah dan
pengungkapan yang disengaja dengan maksud menipu para pemakai laporan. Kecurangan
dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu :
a.
Kecurangan Laporan Keuangan (Financial
Statement FRAUD).
Kecurangan
Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh
manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang merugikan
investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat financial atau kecurangan non financial.
b.
Penyalahgunaan aset (Asset
Misappropriation).
Penyalahagunaan
aset dapat digolongkan ke dalam ‘Kecurangan Kas’ dan ‘Kecurangan atas
Persediaan dan Aset Lainnya’, serta pengeluaran-pengeluaran biaya secara curang
(FRAUDulent disbursement).
c.
Korupsi (Corruption).
Korupsi dalam
konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE, bukannya
pengertian korupsi menurut UU Pemberantasan TPK di Indonesia. Menurut ACFE,
korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest),
suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan
pemerasan (economic extortion).
2.2
KARAKTERISITK
KECURANGAN (FRAUD)
Dilihat dari
pelaku FRAUD auditing maka
secara garis besar kecurangan bisa dikelompokkan menjadi dua jenis :
a.
Oleh pihak perusahaan,
yaitu :
-
Manajemen untuk
kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul karena kecurangan
pelaporan keuangan (misstatements arising from FRAUDulent financial
reporting, untuk menghidari hal tersebut ada baiknya karyawan mengikuti auditing
workshop dan FRAUD
workshop).
-
Pegawai untuk
keuntungan individu, yaitu salah saji yang berupa penyalahgunaan.
b.
Oleh pihak di luar
perusahaan, yaitu pelanggan, mitra usaha, dan pihak asing yang dapat
menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
2.3
PENYEBAB
TERJADINYA KECURANGAN (FRAUD)
Penyebab
Terjadinya Kecurangan menurut J.S.R.
Venables dan KW Impley dalam
buku “Internal Audit” (1988, hal
424) mengemukakan kecurangan terjadi karena :
a.
Penyebab Utama.
-
Penyembunyian
(concealment), Kesempatan tidak terdeteksi. Pelaku perlu menilai kemungkinan
dari deteksi dan hukuman sebagai akibatnya.
-
Kesempatan/Peluang (Opportunity),
Pelaku perlu berada pada tempat yang tpat, waktu yang tepat agar mendapatkan
keuntungan atas kelemahan khusus dalam system dan juga menghindari deteksi.
-
Motivasi (Motivation),
Pelaku membutuhkan motivasi untuk melakukan aktivitas demikian, suatu kebutuhan
pribadi seperti ketamakan/kerakusan dan motivator yang lain.
-
Daya tarik (Attraction),
Sasaran dari kecurangan yang dipertimbangkan perlu menarik bagi pelaku.
-
Keberhasilan (Success),
Pelaku perlu menilai peluang berhasil, yang dapat diukur baik menghindari
penuntutan atau deteksi.
b.
Penyebab Sekunder.
-
“A Perk”, Kurang
pengendalian, mengambil keuntungan aktiva organisasi dipertimbangkan sebagai
suatu tunjangan karyawan.
-
Hubungan antar pemberi
kerja/pekerja yang jelek, Yaitu saling kepercayaan dan penghargaan telah gagal.
Pelaku dapat mengemukakan alasan bahwa kecurangan hanya menjadi kewajibannya.
-
Pembalasan dendam
(Revenge), Ketidaksukaan yang hebat terhadap organisasi dapat mengakibatkan
pelaku berusaha merugikan organisasi tersebut.
-
Tantangan (Challenge),
Karyawan yang bosan dengan lingkungan kerja mereka dapat mencari stimulasi
dengan berusaha untuk “memukul sistem”, sehingga mendapatkan suatu arti
pencapaian (a sense of achievement), atau pembebasan frustasi (relief of
frustation) 2.3 Tanda-Tanda Peringatan Untuk Kecurangan Meskipun pada suatu
kesempatan pemeriksa intern melakukan penugaan langsung dalam penyelidikan
kecurangan yang dicurigai atau aktual, bagian yang lebih besar dari usahanya
yang berorientasi kecurangan merupakan suatu bagian yang integral dari
penugasan audit yang lebih luas. Usaha yng berorientasi pada kecurangan ini
dapat dalam bentuk prosedur khusus, termasuk dalam program audit yang lebih
luas. Usaha yang berorientasi kecurangan tersebut dapat termasuk seluruh dari
kesiapsiagaan umum dari pemeriksa intern ketika ia melaksanakan seluruh bagian
dari penugasan audit ini. Kesiapsiagaan ini termasuk berbagai area, kondisi dan
pengembangan yang memberikan tanda-tanda peringatan. 2.4 Area – Area yang
Sensitif Pemeriksaan intern khususnya harus waspada terhadap area yang
sensitive untuk penelaahan yang dalam.
2.4
KEJADIAN-KEJADIAN
YANG MENANDAI TERJADINYA KECURANGAN (FRAUD)
Dibawah ini
adalah suatu daftar yang disusun oleh American Institute of Certified Public
Accountants (AICPA) pada tahun 1979 mengenai kondisi-kondisi atau
kejadian-kejadian yang dapat menandai adanya kecurangan :
a.
Manajemen senior yang
sangat menguasai/ mendominasi dan terdapat satu atau lebih kondisi berikut atau
yang sama :
-
Dewan direksi dan/ atau
panitia audit yang tidak efektif.
-
Indikasi dari penolakan
manajemen atas pengendalian akuntansi internal yang penting.
-
Kompensasi atau opsi
saham yang signifikan yang berkaitan dengan kinerja yang dilaporkan atau
terhadap transaksi khusus, yaitu manajemen senior mempunyai pengendalian nyata
atau penuh.
-
Indikasi kesulitan
keuangan pribadi dari manajemen senior.
-
Perebutan perwalian
yang melibatkan pengendalian perusahaan atau status dari manajemen senior.
b.
Kemerosotan atau
kemunduran dari mutu pendapatan yang dibuktikan oleh :
-
Penurunan dalam volume
atau mutu penjualan (misalnya, risiko kredit yang meningkat atau penjualan sama
dengan atau dibawah harga pokok).
-
Perubahan yang
signifikan dalam praktik usaha.
-
Kepentingan yang
berlebihan oleh manajemen senior dalam laba per saham (EPS/Earnings per Share)
yang dipengaruhi oleh pilihan akuntansi.
c.
Kondisi usaha yang
dapat menciptakan tekanan yang tidak biasa :
-
Modal kerja yang tidak
memadai.
-
Kelenturan/ fleksibilitas
yang kecil dalam pembatasan hutang, seperti rasio modal kerja dan keterbatasan
dalam pinjaman tambahan.
-
Perluasan atau ekspansi
yang cepat dari suatu produk atau lini usaha yang menyolok sekali dengan
melebihi rata-rata industri.
-
Investasi yang besar
dari sumber daya pemisahan dalam suatu industri yang mengalami perubahan
cepat,seperti suatu industri yang bertekhnologi tinggi.
d.
Struktur korporat yang
rumit, yaitu kompleksitas yang terjadi tidak tampak diperlukan oleh operasi
atau ukuran perusahaan.
e.
Lokasi usaha yang
menyebar secara luas disertai oleh manajemen yang didesentralisasi secara ketat
dengan system pelaporan tanggungjawab yang tidak memadai.
f.
Kekurangan staf yang
tampak memerlukan karyawan tertentu bekerja pada jam yang tidak biasa, tidak
memerlukan cuti dan/atau melakukan kerja lembur yang substansial.
g.
Tingkat perputaran yang
tinggi dalam posisi keuangan penting, seperti bendaharawan atau kontroler.
h.
Sering terjadi
perubahan auditor atau penasihat hukum.
i.
Kelemahan material yang
diketahui dalam pengendalian intern yang dapat secara praktis dikoreksi akan
tetapi tidak diperbaiki, seperti :
-
Akses terhadap
peralatan computer atau alat pemasukan data elektronik tidak cukup
dikendalikan.
-
Kewajiban yang tidak
sesuai/bertentangan tetapi tidak digabungkan.
j.
Terdapat transaksi yang
material dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa atau terdapat transaksi
yang mencakup benturan kepentingan.
k.
Pengumuman yang terlalu
cepat atau premature atas hasil operasi atau pengharapan masa depan yang
positif.
l.
Prosedur penelaahan
analitis mengungkapkan fluktuasi yang signifikan yang tidak dapat secara wajar
dijelaskan, seperti:
-
Saldo akun yang
material.
-
Antar hubungan keuangan
dan operasional.
-
Selisih perhitungan
persediaan.
-
Tingkat perputaran
persediaan.
m. Transaksi
besar yang tidak biasa, khususnya pada akhir tahun, dengan pengaruh yang
material atas pendapatan.
n.
Pembayaran besar yang
tidak biasa berhubungan dengan jasa yang diberikan dalam usaha normal kepada
pengacara, agen, atau pihak lain (termasuk karyawan).
o.
Kesulitan dalam
memperoleh bukti audit yang berhubungan dengan :
-
Ayat jurnal yang tidak
biasa atau tidak dapat dijelaskan.
-
Dokumentasi dan/atau
otorisasi yang tidak lengkap atau hilang.
-
Pengubahan dalam
dokumentasi atau akun.
p.
Dalam pelaksanaan
pengujian laporan keuangan masalah yang tidak dapat diramalkan ditemukan,
seperti:
-
Tekanan klien untuk
menyelesaikan audit dalam waktu singkat yang tidak biasa atau dalam kondisi
yang sulit.
-
Situasi pemindahan yang
mendadak.
-
Tanggapan yang bersifat
mengelakkan dari manajemen terhadap penyelidikan audit.
2.5
SALAH SAJI YANG TIMBUL KARENA KECURANGAN
PELAPORAN KEUANGAN
Kecurangan
pelaporan keuangan biasanya dilakukan karena dorongan dan ekspektasi terhadap
prestasi kerja manajemen. Salah saji yang timbul karena kecurangan terhadap
pelaporan keuangan lebih dikenal dengan istilah irregularities
(ketidakberesan). Bentuk kecurangan seperti ini seringkali dinamakan kecurangan
manajemen (management FRAUD), misalnya berupa : manipulasi, pemalsuan,
atau pengubahan terhadap catatan akuntansi atau dokumen pendukung yang
merupakan sumber penyajian laporan keuangan. Kesengajaan dalam salah menyajikan
atau sengaja menghilangkan (intentional omissions) suatu transaksi,
kejadian, atau informasi penting dari laporan keuangan, untuk itu sebaiknya
anda mengikuti auditing
workshop dan FRAUD workshop.
Salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva. Kecurangan jenis ini biasanya
disebut kecurangan karyawan (employee FRAUD). Salah saji yang berasal
dari penyalahgunaan aktiva meliputi penggelapan aktiva perusahaan yang
mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum(ada baiknya karyawan mengikuti seminar
FRAUD
dan seminar
auditing). Penggelapan aktiva umumnya
dilakukan oleh karyawan yang menghadapi masalah keuangan dan dilakukan karena
melihat adanya peluang kelemahan pada pengendalian internal perusahaan serta
pembenaran terhadap tindakan tersebut. Contoh salah saji jenis ini adalah
Penggelapan terhadap penerimaan kas, Pencurian aktiva perusahaan, Mark-up harga
dan Transaksi “tidak resmi”.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.
KASUS
KECURANGAN (FRAUD) DALAM PRAKTEK
AKUNTANSI
A. WorldCom.
Perusahaan
telekomunikasi terbesar kedua di Amerika Serikat, mengakui telah
Melakukan skandal akuntansi yang menyebabkan
perdagangan sahamnya di bursa NASDAQ terhenti.
Beberapa minggu kemudian, WorldCom menyatakan diri bangkrut.
Perusahaan telah memberi gambaran yang salah tentang kinerja perusahaan
dengan cara memalsukan milyaran bisnis rutin sebagai
belanja modal, sehingga labanya overstated sebesar $11
milyar pada awal 2002. Perusahaan juga meminjamkan uang lebih dari $400
juta kepada Chief Executive Officer (CEO)-nya waktu, Bernard
Ebbers, untuk menutupi kerugian perdagangan
pribadinya. Ironisnya meski di dakwa telah
melakukan pemalsuan, konspirasi dan laporan
keuangan yang salah, mantan CEO WorldCom
tersebut mengaku tidak bersalah (Mehta, 2003; Klayman, 2004;
Reuters, 2004).
B. Enron Corp.
Perusahaan
terbesar ke tujuh di AS yang bergerak di bidang
industri energi, para manajernya memanipulasi angka
yang menjadi dasar untuk memperoleh kompensasi moneter
yang besar. Praktik kecurangan yang dilakukan antara
lain yaitu di Divisi Pelayanan Energi, para eksekutif
melebih-lebihkan nilai kontrak yang dihasilkan dari
estimasi internal. Pada proyek perdagangan luar
negerinya misal di India dan Brasil,
para eksekutif membukukan laba yang mencurigakan.
Strategi yang salah, investasi yang buruk
dan pengendalian keuangan yang lemah menimbulkan
ketimpangan neraca yang sangat besar dan
harga saham yang dilebih-lebihkan. Akibatnya ribuan
orang kehilangan pekerjaan dan kerugian pasar milyaran dollar
pada nilai pasar (Schwartz, 2001; Mclean, 2001). Kasus ini
diperparah dengan praktik akuntansi yang
meragukan dan tidak independennya audit yang
dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP)
Arthur Andersen terhadap Enron. Arthur Anderson,
yang sebelumnya merupakan salah satu “The big
six” tidak hanya melakukan memanipulasi laporan keuangan Enron
tetapi juga telah melakukan tindakan yang
tidak etis dengan menghancurkan dokumen-dokumen
penting yang berkaitan dengan kasus Enron.
Independensi sebagai auditor terpengaruh dengan
banyaknya mantan pejabat dan senior KAP Arthur
Andersen yang bekerja dalam department akuntansi Enron Corp. Baik Enron
maupun Anderson, dua raksasa industri di
bidangnya, sama-sama kolaps dan menorehkan sejarah kelam
dalam praktik akuntansi.
C. Indonesia.
Kasus skandal akuntansi bukanlah hal
yang baru. Salah satu kasus
yang ramai diberitakan adalah keterlibatan 10
KAP di Indonesia dalam praktik kecurangan
Keuangan. KAP-KAP tersebut ditunjuk untuk
mengaudit 37 bank sebelum terjadinya
krisis keuangan pada tahun 1997. Hasil audit
mengungkapkan bahwa laporan Keuangan bank-bank tersebut
sehat. Saat krisis menerpa Indonesia, bank-bank tersebut kolaps karena
kinerja keuangannya sangat buruk. Ternyata baru terungkap dalam
investigasi yang dilakukan pemerintah bahwa KAP-KAP tersebut
terlibat dalam praktik kecurangan
akuntansi. 10
KAP yang dituduh melakukan praktik kecurangan
akuntansi adalah Hans Tuanakotta and
Mustofa (Deloitte Touche Tohmatsu's affiliate), Johan
Malonda and Partners (NEXIA International's
affiliate), Hendrawinata and Partners (Grant
Thornton International's affiliate), Prasetyo Utomo
and Partners (Arthur Andersen's affiliate),
RB Tanubrata and Partners, Salaki and Salaki, Andi Iskandar and
Partners, Hadi Sutanto (menyatakan tidak bersalah), S.
Darmawan and Partners, Robert Yogi and Partners. Pemerintah
pada waktu itu hanya melakukan teguran tetapi tidak ada
sanksi. Satu-satunya badan yang berhak untuk menjatuhkan
sanksi adalah BP2AP (Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik) yaitu
lembaga non pemerintah yang dibentuk oleh Ikatan Akuntan
Indonesa (IAI). Setelah melalui investigasi BP2AP menjatuhkan
sanksi terhadap KAP-KAP tersebut, akan tetapi sanksi yang dijatuhkan terlalu
ringan yaitu BP2AP hanya melarang 3 KAP melakukan audit terhadap klien dari bank-bank
sementara 7 KAP yang lainnya bebas (Suryana, 2002).
3.2. INTERNAL AUDITOR : PREVENTOR & DETECTOR OF FRAUD
Institute
of Internal Auditing (IIA) mendefinisikan internal auditing sebagai aktivitas
pemberian keyakinan serta konsultasi yang independen dan obyektif, yang
dirancang untuk menambah nilai dan memperbaiki operasi organisasi. Definisi
lain mengatakan internal auditing sebagai suatu penilaian yang dilakukan oleh
pegawai perusahaan yang terlatih terhadap ketelitian dan efisiensi
catatan-catatan (akuntansi) perusahan serta pengendalian internal yang terdapat
dalam perusahaa. Tujuannya adalah membantu manajemen dalam pelaksanaan
tanggungjawabnya dengan memberikan analisa, penilaian, saran dan komentar
mengenai kegiatan yang diaudit. Awalnya auditing internal dimulai sebagai
fungsi klerikal yang dilakukan oleh satu orang secara independen. Namun saat
ini, auditing internal berevolusi menjadi aktivitas yang profesional. Perubahan
ini mengakibatkan mulai munculnya departemen auditing internal dan tanggung
jawab pelaporan langsung kepada dewan komisaris dan komite audit. Karyawan yang
diberi kepercayaan untuk melaksanakan fungsi auditing internal disebut dengan internal
auditor. Mereka bertanggung jawab kepada dewan komisaris, komite audit
dan manajemen perusahaan. Berikut kegiatan yang dilakukan oleh internal auditor
:
a.
Menelaah dan menilai
kebaikan, memadai atau tidaknya penerapan sistem pengendalian manajemen,
struktur pengendalian internal, dan pengendalian operasional lainnya serta
mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal.
b.
Memastikan ketaatan
terhadap kebijakan, rencana dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan
manajemen.
c.
Memastikan seberpa jauh
harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari kemungkinan
terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan.
d.
Memastikan bahwa
pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya.
e.
Menilai mutu pekerjaan
setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh manajemen.
f.
Menyarankan perbaikan –
perbaikan operasional dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas.
Dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh seorang
auditor internal diatas dapat disimpulkan bahwa profesi ini memiliki peranan
yang sangat penting dalam perusahaan, diantaranya sebagai berikut :
a.
Pencegahan kecurangan (FRAUD
prevention).
b.
Pendeteksian kecurangan
(FRAUD detection).
c.
Penginvestigasian
kecurangan (FRAUD investigation).
Peran utama internal auditor berupaya untuk
mengeliminasi sebab-sebab timbulnua kecurangan tersebut. Pencegahan kecurangan
akan lebih mudah dilakukan dari pada mengatasinya bila kecurangan itu telah
terjadi. Pada dasarnya kecurangan sering terjadi pada suatu perusahaan apabila
:
a.
Pengendalian internal
tidak ada atau lemah.
b.
Pegawai dipekerjakan
tanpa memikirkan kejujuran atau integritas mereka.
c.
Pegawai diatur dan
dieksploitasi dengan tekanan besar untuk mencapai sasaran dan tuuan keuangan
yang mengarah pada kecurangan.
d.
Manajemen sendiri
melakukan kecurangan serta tidak taat terhadap hukum dan peraturan yang
berlaku.
e.
Pegawai yang dipercaya
memiliki masalah pribadi yang tidak dapat dipecahkan.
f.
Industri dimana
perusahaan menjadi bagiannya memiliki tradisi melakukan kecurangan.
3.3. EXTERNAL AUDITOR : PERAN
SANG PENJAGA KEPENTINGAN PUBLIK
Seiring
dengan berkembangnya dunia usaha, beberapa tahun terakhir terjadi reformasi
sistem pengelolaan usaha. Reformasi tersebut terjadi antara teori perusahaan
klasik dan perusahaan modern. Teori klasik menganggap bahwa sumber daya dan
pengelolaan dilakukan oleh pemilik perusahaan itu sendiri. Artinya pemilik juga
sekaligus bertindak sebagai pengelola. Namun, hal ini sulit untuk diterapkan
seiring dengan berkembangnya dunia usaha dan tingginya tingkat persaingan
usaha. Solusi untuk mengatasi hal tersebut dimunculkanlah teori perusahaan
modern yang dikenal dengan istilah teori agensi (theory of agency).
Menurut teori ini, kebutuhan perusahaan yang berskala besar, keterampilan
manajerial dipasok oleh pasar tenaga kerja manajerial: kebutuhan modal dipasok
oleh pemegang saham (shareholders) dan pemberi pinjaman (debt
holders).
Dari asumsi yang dibangun dari
teori agensi tersebut, terlintas ada semangat menuduh salah satu pihak untuk
mengambil keuntungan demi dirinya sendiri pada hubungan kerjasama. Manajemen
sebagai pihak yang diberi amanah untuk mengelola perusahaan bisa saja
memanfaatkan hubungan tersebut demi kepentingannya sendiri. Karena itulah
pemegang saham dan pemberi pinjaman sangat memerlukan laporan keuangan dalam
memperoleh informasi yang andal dari manajemen perusahaan mengenai
pertanggungjawaban dana yang mereka investasikan. Namun disisi lain laporan
keuangan ini disajikan oleh manajemen yang bertujuan untuk menyampaikan
informasi mengenai pertanggungjawaban pengelolaan dana yang berasal dari
pemegang saham dan pemberi pinjaman tersebut. Dengan demikian, disini terlihat
dua kepentingan yang berlawanan, sehingga ada kemungkinan informasi yang
diterima tersebut tidak dapat diandalkan. Menurut Arens, dkk (2003;12) dengan
adanya pemerolehan informasi yang tidak langsung dari pihak pertama, serta
banyak dan kompleknya transaksi perusahaan yang dilakukan perusahaan, akan
memperbesar risiko informasi yang tidak andal tesebut. Menurut Arens dkk (2003;14)
resiko tersebut dapat dikurangi dengan tiga cara, yaitu :
a. Pengguna informasi menguji
informasi yang diperolehnya. Para pemakai
dapat terlibat sendiri memeriksa catatan-catatan yang ada untuk meyakinkan
kebenaran laporan yang diperlukan. Umumnya hal ini tidak praktis terutama
jika dilihat dari sisi keuangan. Selain dari itu, secara ekonomis sangat tidak
efisien semua pemakai menyelenggarakan verivikasinya sendiri-sendiri.
b. Pengguna informasi berbagi
resiko informasi dengan manajemen. Secara
hukum pihak manajemen memang berkewajiban untuk memberikan informasi yang dapat
dipercaya oleh pemakai yang berkepentingan. Jika ada pemakai yang menerima
informasi yang tidak benar dan karenanya menaggung kerugian keuangan, mereka
berhak menuntut manajemen yang bersangkutan. Kesulitan dalam hal pembagian
risiko dengan manajemen tidak selalu berhasil menerima penggantian. Oleh karena
itu, pemakai harus mengevaluasi kemungkinan untuk menanggung resiko informasi
dengan pihak manajemen.
c. Laporan keuangan yang
diaudit telah tersedia. Cara umum untuk
memperoleh informasi yang dapat diandalkan adalah dengan meminta jasa akuntan
publik. Selanjutnya informasi yang telah diaudit tersebut dapat digunakan dalam
proses pengambilan keputusan dengan anggapan bahwa laporan informasi yang telah
diaudit tersebut merupakan informasi yang dapat diandalkan secara menyeluruh,
tepat penyajiannya, serta informasi tersebut disajikan dengan tanpa prasangka
(objektif, tidak berat sebelah).
Dari ketiga cara diatas, cara ketigalah yang yang
paling mungkin untuk dilakukan karena tidak semua pemakai mempunyai kemampuan
untuk melakukan audit atas laporan keuanagan. Kalaupun ada cara lain tersebut
tidak efektif dan efisien karena biaya yang besar, disamping banyaknya pemakai
lain yang membutuhkan informasi yang sama.
Analisis :
Kesalahan
dapat terjadi pada setiap tahapan dalam pengelolaan transaksi terjadinya
transaksi, dokumentasi, pencatatan dari ayat-ayat jurnal, pencatatan debit
kredit, pengikhtisaran proses dan hasil laporan keuangan. Kesalahan dapat dalam
banyak bentuk matematis. Kritikal, atau dalam aplikasi prinsip-prinsip
akuntansi. Terdapat kesalahan jabatan atau kesalahan karena penghilangan atau
kelalaian, atau kesalahan dalam interprestasi fakta. “ Commission ” merupakan
kesalahan prinsip (error of principle), seperti perlakuan pengeluaran
pendapatan sebagai pengeluaran modal. Sedangkan “Omission” berarti bahwa suatu
item tidak dimasukkan sehingga menyebabkan informasi tidak benar. Apabila suatu
kesalahan adalah disengaja, maka kesalahan tersebut merupakan kecurangan (FRAUDulent). Istilah “Irregulary”
merupakan kesalahan penyajian keuangan yang disengaja atas informasi keuangan.
FRAUD (kecurangan)
adalah tindakan ilegal yang dilakukan satu orang atau sekelompok orang secara
sengaja atau terencana yang menyebabkan orang atau kelompok mendapat
keuntungan, dan merugikan orang atau kelompok lain. FRAUDulent financial reporting
(kecurangan laporan keuangan) adalah salah saji atau pengabaian jumlah dan
pengungkapan yang disengaja dengan maksud menipu para pemakai laporan. Menurut
ACFE, kecurangan yang terjadi dapat digolongkan ke dalam tiga kategori
kecurangan, kecurangan laporan keuangan (Financial Statement Fraud),
penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation), dan korupsi (Corruption).
Dari
berbagai contoh kasus di atas maka dapat dianalisa penyebab dari adanya
kecurangan yang terjadi di dalam perusahaan. Penyebab
Terjadinya Kecurangan J.S.R. Venables dan KW Impley dalam buku “Internal
Audit” (1988, hal 424) mengemukakan kecurangan terjadi karena :
Penyebab utama dari
kecurangan adalah :
a.
Penyembunyian
(concealment)
Kesempatan tidak terdeteksi. Pelaku perlu menilai
kemungkinan dari deteksi dan hukuman sebagai akibatnya.
b.
Kesempatan/Peluang
(Opportunity)
Pelaku perlu berada pada tempat yang tpat, waktu yang
tepat agar mendapatkan keuntungan atas kelemahan khusus dalam system dan juga
menghindari deteksi.
c.
Motivasi (Motivation)
Pelaku membutuhkan motivasi untuk melakukan aktivitas
demikian, suatu kebutuhan pribadi seperti ketamakan/kerakusan dan motivator
yang lain.
d.
Daya tarik (Attraction)
Sasaran dari kecurangan yang dipertimbangkan perlu
menarik bagi pelaku.
e.
Keberhasilan
(Success)
Pelaku perlu menilai peluang berhasil, yang dapat diukur baik menghindari
penuntutan atau deteksi.
Penyebab sekunder dari kecurangan adalah :
a.
“A Perk”
Kurang pengendalian, mengambil keuntungan aktiva
organisasi dipertimbangkan sebagai suatu tunjangan karyawan.
b.
Hubungan
antar pemberi kerja/pekerja yang jelek
Yaitu saling kepercayaan dan penghargaan telah gagal.
Pelaku dapat mengemukakan alasan bahwa kecurangan hanya menjadi kewajibannya.
c.
Pembalasan
dendam (Revenge)
Ketidaksukaan yang hebat terhadap organisasi dapat
mengakibatkan pelaku berusaha merugikan organisasi tersebut.
d.
Tantangan (Challenge)
Karyawan yang bosan dengan lingkungan kerja mereka
dapat mencari stimulasi dengan berusaha untuk “memukul sistem”, sehingga
mendapatkan suatu arti pencapaian (a sense of achievement), atau
pembebasan frustasi (relief of frustation).
Setelah
memahami jenis-jenis kecurangan dan penyebab kecurangan, internal auditor perlu
memahami secara tepat struktur pengendalian intern yang baik agar dapat
melakukan upaya-upaya untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan. Menurut COSO,
struktur pengendalian intern terdiri atas lima komponen, yaitu Lingkungan
Pengendalian (Control Environment), Penaksiran Risiko (Risk Assessment),
Standar Pengedalian (Control Activities), Informasi Dan Komunikasi (Information
And Communication), serta Pemantauan (Monitoring). Jika struktur internal
control sudah ditempatkan dan berjalan dengan baik, peluang adanya kecurangan
yang tak terdeteksi akan banyak berkurang. Pemeriksa kecurangan harus mengenal
dan memahami dengan baik setiap elemen dalam struktur pengendalian intern agar
dapat melakukan evaluasi dan mencari kelemahannya.
Referensi :
http://melga93.blogspot.com/2014/04/fraud-kecurangan-dalam-laporan-keuangan.html http://akuntansipendidik.blogspot.com/2012/09/skandal-atau-kecurangan-akuntansi-fraud.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar